ASAP
Pengarang cerita : TarinahTajuddin / pintarinah.blogspot.com
Pagi yang cerah, udara terasa sejuk dan bersih.
Suara burung saling bersautan dan bunga-bunga di halaman depan rumah, indah bermekaran. Seperti biasa aku membantu ibu menyapu halaman, bau
debu di halaman dan sekitar rumah yang
tersentuh embun pagi sangat khas
wanginya. Tak ada polusi udara di sisni semua masih asri dan alami.
Aku Retno, usiaku 12 tahun. Aku
sangat bersyukur dan bahagia tinggal di Desaku, Malahayu, Kecamatan Banjarharjo,
Kabupaten Brebes, Jawa-Tengah. Rumahku dipinggiran jalan menuju hutan lindung
ke arah Waduk Malahayu. O ya, Di dalam rumah ada sepupuku Mas Anton dan
keluarganya yang semalam baru saja tiba dari Jakarta, mereka sedang berlibur ke
rumahku.
Setelah sarapan pagi ini, Ayah menemani Pakde dan Bude ke kota Brebes, ada hal yang sedang mereka urus di sana. “Mas Anton nya mana mbak?” tanya ibu pada Bude Santi mamanya mas Anton sebelum mereka berangkat . “ Ooo iya, tadi setelah solat subuh dia tidur lagi, sekarang malah belum bangun. Mungkin semalam kelelahan di jalan. Kata Bude Santi bercerita sebelum berangkat ke kota tadi.
-------------------------------
Jam di dinding menunjukan pukul 09.00 WIB. Sampai
Aku selesai membantu ibu memasak di dapur mas Anton belum muncul juga. Tak
berapa lama kemudian...“Oh mas Anton sudah bangun,..” Ibu menyapa sepupuku itu,
ku lirik jam dinding di ruang tamu, pukul 11.00 WIB sekarang. “ Selamat pagi menjelang
siang mas...”, sapaku padanya. Dalam tradisi jawa
Timur asal daerahnya Bude Santi, sepupu atau anak dari kakak ayah harus dituakan dengan panggilan Mas, kakak atau semacamnya meski umur kami tidak jauh berbeda. Mas Anton tak menyahut, ia ngeluyur ke arah belakang
rumah. Ia membuka pintu belakang dan jongkok di samping kandang ayam di halaman
belakang.
“ Mas gak mandi? Gak sarapan?
Gak lapar? Tidur sampai sesiang ini?” tanyaku padanya “Retnooo,.. mas antonnya
baru bangun, sudah di lemparkan banyak pertanyaan begitu,” Ujar Ibu dari dalam
dapur.
“Hemmm,..iya bu, Retno Cuma nanya.” Sahutku “ Maaf ya mas,...” ujarku pada mas Anton kemudian hendak masuk ke dalam rumah. “Retno! itu sampah-sampah daun-daun kering berserekan begitu aja? Jorok! Kumuh kelihatannya.” tanya Mas Anton ketus, membuat alisku terangkat. ”Eh, Pertanyaan aneh,..ditawari apa saja tidak menyahut malah ngomentarin daun kering?...” gerutuku dengan pertanyaan yang di lontarkan mas Anton. Lebih baik aku masuk saja ke dalam kamarku.
Letak kamarku paling belakang dekat dapur, dari jendela kamarku dapat kelihatan samping halaman belakang rumah. Setiap pagi Jendela kamarku selalu ku buka, agar udara segar dari pepohonan yang masih tumbuh lebat di belakang rumah dapat masuk ke kamar dan rumah kami.
-----------------------------------
Beberapa waktu kemudian.., Tiba-tiba terdengar ibu terbatuk-batuk dari dapur, kemudian disusul aku yang juga ikut terbatuk-batuk karena kamarku terkepung asap pekat yang mengepul masuk dari sela-sela luar jendela yang terbuka. Rasanya cukup sesak di dada. Aku berlari ke arah sumber asap dan ternyata asap datang dari belakang rumah.
“ Ya Allah
Mas Anton sedang apa?” tanyaku melihat mas Anton terbatuk-batuk dan tangannya
sibuk mengusir asap di sekelilingnya. Ku toleh ke arah sebuah tabunan api,
kelihatannya mas Anton tengah membakar sampah daun-daun setengah basah dan ranting-ranting kering.
Asap sampah dibakar itu begitu pekat. Udara jadi tercemar karena asap.
“I..i..iya Retno, aku bakar
sampah dan daun-daun yang berserakan itu.” Kata mas Anton gugup sambil terus
menghindari asap yang makin mengepul dan api yang makin membesar melahap
ranting.
“ Retno... cepat sini bantu ibu
ambil air!” kata Ibu dari dalam rumah, “ Iya bu...” sahutku. “Mas Anton! Ayo
cepat bantu padamkan apinya, ini bahaya loh mas banyak pohon pohon lebat disana
takut apinya nyamber” Ujarku pada mas Anton. Mas Anton kelihatan panik dan
tambah gugup, ia berlari mengambil air yang ibu tampung di kolam kamar mandi.
“Byurrrrr” suara air menyiram tabunan terdengar bergantian, cukup lama
sampai akhirnya api pun mati. “Alhamdulillah ya allah.. mati juga apinya
Retno.” Kata Mas Anton kelelahan dan
duduk seraya menyelonjorkan kakinya.
“ Aduh mas, lain kali nanya dulu dong! Mana
tumpukan nya menggunung sekali itu, ya ampun.” Seruku pada mas
Anton sambil terengah engah bolak balik lari ke dalam kamar mandi dari dalam
rumah ke halaman belakang.
“ Sudah, sudah Retno, Mas Anton kan gak paham, jangan dimarahi terus” Kata ibu melerai. “ Lain kali nanya dulu mas, lagian bangun tidur itu cuci muka dulu, atau mandi ke’ trus makan dulu, biar bisa berpikir jernih.” Tambahku. “Retno...” panggil ibu lirih, “ Iya bu...maaf.” sahutku.
“ Begini loh mas, di sini ada caranya, untuk mengelola atau membakar sampah daun-daun yang berserakan tersebut. Pertama yang sering dilakukan Paklik ( Ayah Retno) dan warga sini adalah menggali lubang yang cukup besar dan dalam di tanah, dikumpulkan sampah dan daunnya baru dibakar di dalam lubang itu, tiga hari atau seminggu sekali. Itupun harus jauh dari letak pohon-pohon lebat di halaman belakang ini. Nah cara lainnya kadang daun daun yang basah dan membusuk, dipilih dan dikumpulkan oleh Paklik untuk di olah di jadikan pupuk. Begitu mas....” ujar ibu menjelaskan kepada Mas Anton.
“ Ooh baik bude, maafkan Anton ya. Lain kali Anton akan bertanya dulu sebelum betindak dalam hal apapun. “ Ujar Mas Anton terlihat menyesal “Nah gitu dong, jangan langsung main bakar aja mas.” Gerutuku pada mas Anton. “ Iya...maafin mas, ya Retno!” ujar mas Anton memohon, Aku jadi kasihan juga melihatnya apalagi teringat dengan wajah panikanya tadi, jadi serentak saja ku beri senyuman maaf padanya. Begitulah, karena di sini udara sangat bersih dan belum tercemar, kekhawatiran dan ketakutanku memang agak sedikit berlebihan. “Aku juga minta maaf ya mas, tadi agak keterlaluan menegurnya,...hehe” Ujarku balik memohon maaf padanya. Mas Anton melontarkan senyuman, seri kosong-kosong. “Tos!” kataku sambil mengangkat sebelah tangan dan melebarkan telapak tanganku, Mas Anton membalas Tos ku. Ibu tersenyum melihat kami. “Mas Anton mau mandi dulu?” tanya ibu pada mas Anton. “Kruuuuuk,..” perut Mas Anton berbunyi menjawab pertanyaan ibu. Kami pun semua menjadi terbahak-bahak mendengarnya. “ Ya sudah, ayo kita makan siang dulu! “ Kami bangkit dan berjalan menuju meja makan.
Selesai
Terima kasih
BalasHapusTolong dong kak tarina kasih tugas cuman 1 soal aja
BalasHapusTugas satuma gak seru
HapusNgak kok
HapusTerimakasih bu
HapusTysm bu
BalasHapusTerima kasih
BalasHapusBanyak amat
BalasHapusTerimksih bu
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusTerimakasih kak
BalasHapusTwerima kasih aaaaaa
BalasHapus-_-
BalasHapusTarinah tajuddin
BalasHapuskebanyakan bacot
BalasHapusHai kamu mau ditindak lanjuti?🙏
Hapusbacot
HapusThanks kak
BalasHapusBanyak banget wow😑😑😑
BalasHapusBerisik -_-
BalasHapusGak jelas anying
BalasHapusCerpen cinta foto free ongkir ke alamat email anda pada kolom komentar
BalasHapusP
BalasHapusRoblox. ;)
BalasHapusFF YUK ;-(
BalasHapusGas tapi gif
BalasHapusNama ff gw
BalasHapuskokoG.N
Id:2752998911
BalasHapusFf burik 8 bit aja bangga
BalasHapusFf buriq
BalasHapusHalooooooooo
BalasHapusBanyak bet
BalasHapus